Asri Pertiwi
LinkedIn : https://id.linkedin.com/in/asripertiwi
IG: asripgunadi

Ketika sebuah bisnis keluarga berdiri, yang diwariskan bukan hanya bangunan, mesin, atau rekening bank. Di balik setiap transaksi dan setiap kerja sama, tersembunyi sesuatu yang jauh lebih halus tapi sangat berharga – relasi.
Dalam literatur bisnis, social capital mencakup tiga elemen penting:
- Structure Capital – jaringan relasi dan koneksi formal yang dimiliki bisnis.
- Relational Capital – tingkat kepercayaan dan loyalitas antar pihak.
- Cognitive Capital – nilai, norma dan pemahaman bersama yang membuat hubungan tetap solid.
Ketiga elemen inilah yang membedakan bisnis keluarga dengan perusahaan biasa. Bagi bisnis keluarga, kepercayaan adalah “mata uang” yang paling stabil nilainya. Nah, relasi terjaga, bukan karena kontrak hukum semata, tetapi karena ada kepercayaan. Kita sering mengira bahwa warisan terbesar dalam keluarga adalah aset tanah, saham atau perusahaan yang sudah mapan. Namun, waktu dan pengalaman telah membuktikan, aset bisa habis dibagi, tapi relasi justru bisa berkembang bila diwariskan.
Relasi: Warisan yang tak ternilai
Relasi adalah bentuk social capital – modal sosial yang dibangun pendiri keluarga selama bertahun-tahun melalui kepercayaan, kesetiaan dan kerja sama. Ia tidak tercatat di neraca keuangan, tetapi menjadi pondasi dari setiap langkah bisnis keluarga.
Relasi bukan sekadar “kenalan bisnis”. Ia tumbuh dari trust yang teruji oleh waktu – dari cara keluarga memperlakukan mitra, pelanggan dan karyawan. Dalam banyak kisah, kesepakatan besar tidak lahir dari harga termurah, tapi dari rasa percaya pada karakter si pendiri.
Nilai relasi bahkan bisa meningkat dari generasi ke generasi. Ketika penerus memahami dan menjaga hubungan itu, mereka sebenarnya tidak hanya meneruskan bisnis – mereka memperpanjang umur kepercayaan.
Akar dan Daun dari Sebuah Warisan
Bayangkan sebuah pohon. Akar dan daun memiliki fungsi berbeda, tapi sama pentingnya. Akar mewakili relasi lama – koneksi, mitra dan reputasi yang diwariskan pendiri. Daun mewakili relasi baru – jejaring modern, kolaborasi lintas industri, dan mitra dari generasi digital.

Lalu, kalau begitu, yang lebih penting.. akar atau daun ?
Pohon tanpa akar akan tumbang. Tapi pohon tanpa daun juga akan masti. Itulah tantangan terbesar generasi penerus: bagaimana menjaga akar sambil menumbuhkan daun baru.
Menjaga akar berarti menghormati relasi lama dengan tetap menjunjung nilai-nilai yang membuat keluarga dipercaya. Sedangkan menumbuhkan daun berarti berani memperluas jangkauan dengan cara-cara baru – menggunakan teknologi, inovasi, dan kolaborasi segar.
Tantangannya muncul ketika generasi penerus tidak mengenal dengan baik siapa yang pernah menjadi relasi penting keluarga. Banyak penerus yang hanya mewarisi perusahaan, tanpa benar-benar mewarisi trust network-nya. Padahal, kepercayaan tidak bisa diwariskan hanya lewat dokumen – ia harus diteruskan lewat kehadiran, interaksi dan niat baik yang konsisten.
Menjaga Nyala Api Relasi
Kalau seni bisnis keluarga adalah seni menjaga warisan, maka seni menjaga relasi adalah seni menyalakan api tanpa membakarnya habis.
“Aset bisa diwariskan, Tapi Kepercayaan harus diperjuangkan”
Relasi tidak bisa dibekukan seperti aset, tapi harus terus dijaga dalam bentuk baru – melalui pertemuan, kolaborasi, dan komunikasi lintas generasi. Setiap kali penerus memperkenalkan diri pada mitra lama, ia sedang menyambung jembatan antara masa lalu dan masa depan. Seorang pendiri, bisa mewariskan nama baik, tapi hanya peneruslah yang bisa menjadikannya tetap relevan. Dan mungkin di situlah letak keindahan bisnis keluarga – bukan sekedar mempertahankan yang lama, tapi meneruskan kepercayaan dalam bentuk baru.
#Family Business Center Of Indonesia
#Bisnis Keluarga
#Kampus Bisnis Terbaik Indonesia
Dr. Asri Pertiwi, S.T., MM.
LinkedIn : https://id.linkedin.com/in/asripertiwi
IG: asripgunadi

Bisnis keluarga merupakan tulang punggung ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia. Dengan kontribusi sebesar 82% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyumbang 40% kapitalisasi pasar, bisnis keluarga memainkan peran yang sangat signifikan dalam dunia usaha. Namun, menjaga bisnis ini tetap berjalan dan berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya bukanlah tugas yang mudah.
Read more: Keberlanjutan Bisnis Keluarga: Peluang dan Tantangan

Bisnis keluarga merupakan tulang punggung ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia. Dengan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), bisnis keluarga tidak hanya menjadi sumber pendapatan tetapi juga warisan yang bernilai tinggi. Namun, meski memiliki peran yang vital, mempertahankan bisnis keluarga hingga generasi berikutnya ternyata tidak semudah membangun bisnis itu sendiri.
Read more: Menjaga Warisan Bisnis Keluarga Melalui Semangat Kewirausahaan dan Inovasi
Bisnis keluarga telah lama menjadi bagian penting dalam kehidupan ekonomi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga secara global. Tak jarang, bisnis keluarga menjadi roda penggerak ekonomi nasional, seperti yang terlihat dari kontribusinya sebesar 82% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Meski peran mereka signifikan, mempertahankan bisnis keluarga hingga ke generasi berikutnya merupakan tantangan tersendiri.
Read more: Mengelola Konflik dan Inovasi Pada Bisnis Keluarga
Perceraian bukan hanya menyangkut retaknya ikatan personal antara dua individu. Dalam konteks bisnis keluarga, perceraian seringkali menjadi badai besar yang mengguncang fondasi kepemilikan, kepemimpinan, bahkan keberlangsungan usaha lintas generasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 mencatat fenomena yang patut dicermati. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah perkawinan nasional menurun drastis hingga dua juta pasangan. Di Jakarta, jumlah perkawinan menyusut dari 47.000 menjadi 43.000 pasangan.